Mengapa agama menganjurkan pernikahan ?
Riset di Universitas Harvard Amerika Serikat (AS), menyingkapkan tabir misteri anjuran agama tersebut, secara ilmiah. Memang, riset yang dikomandani Peter Gray ini, bukan dilatari anjuran agama. Namun, tim peneliti ini, ingin mengukur kandungan testosteron dalam saliva sekaligus mengkaji bagi pribadi seseorang tersebut. Untuk itu, ia melibatkan 58 pria, sebagai relawan.
Hasil penelitiannya? Gray menemukan, kandungan hormon relawan secara alami dipengaruhi interaksi sosial. Artinya, pria yang menikah dan lajang, kondisinya sangat berbeda.
Pembedanya: pria yang menikah kandungan hormon lebih rendah dibandingkan bujang.
Gray mengungkapkan, interaksi yang konstan antara pria dengan istri maupun buah hatinya, mempengaruhi berkurangnya kadar hormon testosteron dalam dirinya. Hal tersebut membuatnya menjadi pribadi yang hangat dan bertanggungjawab. Ia pun lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Tak demikian dengan prialajang. Dipicu kadar testoteron yang tinggi, membuat si lajang gampang ''tersengat'' alias selalu ingin memuaskan hasrat seksualnya. Si bujang bahkan, sangat liar.
Mengapa semua ini dapat terjadi ?
Gray menyingkapkan, seks merupakan kebutuhan fisiologis. Pemenuhannya muskil ditunda. Sayangnya, si bujang tak bisa langsung menyalurkannya, akibat banyak kendala di antaranya tak tersedia pasangan tetap (baca: istri).
Bagaimana dengan mereka yang hidup serumah tanpa menikah? Kendati sejak lama menjadi fenomena sosial di negeri Paman Sam, Gray berkeyakinan, seks bebas tak menawarkan ketenangan dan rasa aman secara psikis.
Menanggapi riset tersebut, Katherine Hirscnehauser, mengakui gelora testosteron mengiringi intensitas kegiatan seks. ''Hal ini menunjukkan biological sense, peningkatan kadar testosteron juga akan memicu perubahan hormonal. Yang secara otomatis, meningkatkan produksi sperma,'' jelas pakar hormon seks dari Institut Psikologi Terapan, Lisbon Portugal ini.
Ia menilai, pria secara tak sadar, dipengaruhi kadar hormon seks yang tinggi. Dengan kadar hormon seks yang tinggi, membuat pria lebih responsif terhadap pasangannya. Bila demikian, sepanjang telah mampu fisik dan psikis, mengapa menunda pernikahan?
sumber : http://berita.plasa.msn.com/teknologi/republika/para-bujangan-dianjurkan-menikah-ini-alasannya